Rabu, 06 Juni 2012

Langkah Asesmen Menegakkan Diagnosa Slow Learner


Menurut Shaw (2008) dan Griffin (1978) penegakan diagnosa slow learner harus memperhatikan beberapa aspek yaitu inteligensi, prestasi akademis di berbagai mata pelajaran, kemampuannya dalam  membaca, menulis, berhitung, dan motivasi untuk bersekolah.
  1.      Mengetahui inteligensi subyek.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan Tes Intelegensi WISC dan CPM. Proses ini penting untuk memastikan diagnosa permasalahan yang dialami subyek. Apakah ia mengalami lambat belajar, retardasi mental, atau justru sebetulnya ia memiliki intelegensi yang normal hanya saja mengalami hambatan dalam belajar. CPM digunakan untuk mengetahui penggolongan kapasitas intelektual subyek. Sedangkan WISC dipilih untuk bisa mengetahui letak permasalahan subyek dalam memproses informasi, apakah ada perbedaan dalam bidang verbal atau performance, karena nantinya akan berkaitan dengan metode pembelajaran yang diberikan oleh gurunya selama ini.
  1.       Mengetahui prestasi akademis di berbagai mata pelajaran.
Hal ini dilakukan dengan cara wawancara dan mengumpulkan serta menelaah data rapot, nilai ujian, dan buku tugas subyek. Hal yang ingin diasesmen adalah bagaimana cara guru mengajar, bagaimana kondisi kelas subyek, dan bagaimana perlakuan kelas terhadap subyek. Proses ini penting dilakukan untuk mengetahui letak permasalahan yang dialami subyek.
  1.      Mengetahui kemampuan dasar subyek dalam membaca, menulis, dan berhitung
Hal ini dilakukan dengan menggunakan tes informal membaca dan menulis yang dibuat sendiri oleh penulis. Diambil dari potongan soal pada tes Binet “Jatuh Basah Kuyub”. Selain itu untuk mengetahui kemampuan menulisnya, penulis juga menelaah buku tugas dan kertas ujian subyek. Sedangkan tes informal berhitung dibuat sendiri oleh penulis untuk mengetahui konsep hitung sederhana yaitu penambahan, pengurangan, dan perkalian.
  1.       Mengetahui motivasi subyek dalam mengikuti pelajaran dan bersekolah.
Hal ini dilakukan dengan cara observasi terhadap proses belajar subyek baik di sekolah maupun rumah. Selain itu dilakukan dengan wawancara terhadap guru dan ibu subyek.
  1.      Mengetahui kemandirian dan interaksi sosial subyek
Hal ini dilakukan dengan cara observasi. Kemandirian dan interaksi sosial subyek juga termasuk aspek yang penting untuk dilihat agar dapat memperkuat penegakan diagnosa permasalahan subyek. Hal ini disebabkan aspek kemandirian dan interaksi sosial juga bisa dijadikan acuan untuk membedakan apakah seseorang mengalami retardasi mental, lambat belajar, atau normal. Selain itu untuk memperkaya data, penulis juga melakukan wawancara.
  1.        Mengetahui kesehatan dan lingkungan di rumah subyek
Hal ini dilakukan dengan observasi, kemudian wawancara terhadap subyek, guru subyek, dan ibu subyek. Proses ini perlu dilakukan untuk mengetahui riwayat perkembangan subyek, dan faktor apa yang memungkinkan menjadi penyebab timbulnya masalah. 


Daftar Pustaka 



Griffin, D. (1978). Slow learners: A practical guide for teachers in secondary schools. London: The Woburn Press.
Shaw, S. R. (2008). An educational programming framework for  a subset of students with diverse learning needs: Borderline intellectual functioning. Intervention in School and Clinic, 43, 291–299.


Tidak ada komentar: