Kamis, 07 Januari 2010

Akeelah and The Bee


“Akeelah and The Bee” adalah sebuah film yang menggambarkan keberbakatan seorang anak yang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Film ini juga menunjukkan bagaimana lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberbakatan seorang anak. Peran lingkungan dibutuhkan untuk mengoptimalkan sebuah keberbakatan.


Akeelah, 11 tahun, adalah seorang anak yang tergolong berbakat dalam aspek verbal, terutama dalam hal mengingat suatu kata. Akeelah adalah seorang anak perempuan yatim dari keluarga kulit hitam yang tinggal di lingkungan ras kulit hitam pula di kota Los Angeles. Ia adalah anak ke empat dari empat bersaudara. Dia tinggal dengan seorang kakak perempuan dan dua orang kakak laki-laki. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil dan sampai saat itu ia tampaknya masih merindukan sosok ayahnya.


Akeelah memiliki masalah saat bersekolah di Sekolah Menengah Greenshaw yang mayoritas siswanya berasal dari ras kulit hitam. Ia merasa tidak nyaman saat teman-temannya mengejek karena ia pandai dalam mengeja kata dan selalu dapat nilai bagus. Ia tidak ingin nampak pintar di depan teman-temannya. Ia sering dipaksa oleh temannya untuk mengerjakan tugas temannya. Akeelah juga sering membolos sekolah untuk menghindari pelajaran tertentu. Walaupun begitu, nilainya dalam pelajaran Bahasa Inggris sangatlah tinggi. Ia pandai dalam mengeja kata dan hampir selalu benar. Itulah yang membuat gurunya mendorong Akeelah untuk ikut dalam Spelling-Bee Contest, kontes mengeja bahasa Inggris yang sangat bergengsi di AS. Kebanyakan peserta yang ikut dalam ajang ini berasal dari ras kulit putih. Sekolah Greenshaw bukanlah sekolah yang cukup diandalkan dan baru pertama kali ini mengikuti kontes tersebut. Tapi Akeelah sendiri sebetulnya sudah sering menonton video-video Spelling-Bee tahun sebelumnya di rumah.


Melihat jumlah pesaingnya sangat banyak dan rata-rata berasal dari ras kulit putih yang bisa diartikan berasal dari keluarga mampu pula, ia merasa kalah sebelum bertanding. Akeelah tidak mau mengikuti kontes tersebut walaupun gurunya telah meyakinkan bahwa ia memiliki potensi untuk bersaing di ajang tersebut dan kesempatan untuk mengharumkan nama sekolah Greenshaw yang terpuruk. Akan tetapi berkat dorongan dari salah satu kakak laki-lakinya, ia pun akhirnya mau mengikuti kontes tersebut demi membuat ayahnya bangga.
Beruntung bagi Akeelah karena ia memperoleh kesempatan untuk belajar dengan salah seorang ahli bahasa yaitu Dr. Joshua Larabee, seorang mantan kepala Departemen Bahasa Inggris di UCLA. Dr. Larabee memang pintar dalam memoles bakat. Akeelah yang berpendirian keras mau tidak mau harus patuh dalam mengikuti metode belajar yang diterapkan Dr. Larabee. Walaupun, usaha Akeelah untuk mengikuti lomba sangatlah tidak mudah, dikarenakan pada awalnya Akeelah tidak mendapat dukungan dari ibu dan salah seorang kakaknya. Tapi pada akhirnya ibu, kakak-kakaknya, teman-teman sekolahnya, dan bahkan orang-orang yang tinggal di lingkungannya mendukung Akeelah untuk menjadi juara.


Persaingannya pun sangat ketat, apalagi Akeelah adalah peserta termuda dari seluruh peserta kontes tersebut. Berkat dorongan dari semua orang itulah, maka Akeelah menjadi percaya diri dan tidak ragu lagi terhadap kemampunnya sendiri.


Saat pertandingan ia mendapat perlawanan ketat dari Dylan, finalis musim lalu. Tapi karena memang kedua anak tersebut berbakat, maka mereka berdua bisa bersama-sama mencapai pertanyaan akhir, dan merekapun menjadi juara bersama. Itu berarti Akeelah pun mendapat gelar juara pertama dalam kontes tersebut.

Faktor-faktor yang Mendukung Keberbakatan Akeelah (Triadich Model, Renzulli-Monks, 1995):


Renzulli dan Monks mempunyai sebuah konsep dalam menjelaskan keberbakatan. Konsep ini meyempurnakan konsep awal yang diajukan oleh Renzulli sendiri.
Menurut mereka seseorang dapat dikatakan berbakat jika memiliki tiga hal, yaitu motivasi yang tinggi, kemampuan luar biasa, dan kreativitas. Masing-masing aspek ini harus dimiliki oleh seorang anak yang dikatakan berbakat. Akan tetapi, untuk meningkatkan aspek tersebut bakat seorang anak juga sangat ditentukan oleh lingkungan sekitarnya, yakni lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.


Lingkungan pertama adalah lingkungan keluarga. Sebetulnya pada awalnya dalam keluarga Akeelah yang mendukung keberbakatannya adalah sang ayah. Ayahnya memberikan fasilitas bagi Akeelah untuk berlatih kata. Tapi sayang kemudian ayahnya meninggal. Dalam mengikuti kontes mengeja kata, pada awalnya tidak semua anggota keluarga mendukung usahanya. Bahkan Ibu dan seorang kakak laki-lakinya tidak setuju bahkan kakaknya meremehkan kemampuan adiknya untuk dapat bersaing dengan peserta lain yang umumnya berasal dari ras kulit putih.
Namun karena kegigihan Akeelah dan dorongan dari gurunya, maka ibunya kemudian mulai mendukung usaha Akeelah. Bahkan ketika gurunya berhenti mengajarnya, ibu dan semua kakaknya turut membantu akeelah dalam belajar. Sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa keberbakatan Akeelah mendapat dukungan dari lingkungan keluarganya.


Lingkungan yang ke dua adalah lingkungan sekolah. Pada mulanya akeelah bermasalah dengan lingkungan sekolahnya. Lingkungan sekolahnya tidak mendukung faktor keberbakatannya. Sekolah Akeelah bukan merupakan sekolah favorit, mayoritas siswanya dari ras kulit hitam yang berpandangan rendah terhadap pentingnya berprestasi. Selain itu, lingkungan sekolahnya kurang baik, karena fasilitas belajarnya tidak begitu lengkap
Akeelah ingin diterima oleh teman-temannya. Tapi Akeelah sering diganggu oleh beberapa temannya, karena mereka iri dan menganggap Akeelah adalah anak yang aneh. Mereka juga memaksa Akeelah dengan kasar agar Akeelah mau mengerjakan tugas mereka. Mereka juga sering mengejak Akeelah walaupun Akeelah tidak pernah mengganggu mereka.
Tapi beruntung kemudian Akeelah punya seorang sahabat, kepala sekolah dan guru privat yang setia mendukungnya. Terutama guru privatnya, Dr. Joshua Larabee. Peran Dr. Joshua Larabee bukan hanya sebagai seorang pengajar privat, melainkan motivator yang hebat bagi kemajuan perkembangan belajar Akeelah. Berkat motivasinya dan dukungannya yang luar biasa, Akeelah yang tadinya meragukan kemampuannya sendiri, perlahan-lahan mulai menyadari bahwa jika ia sebenarnya bisa bersaing di kontes tersebut. 


Lingkungan yang ke tiga adalah lingkungan masyarakat. Akeelah tinggal di sebuah lingkungan kaum minoritas di AS, yaitu kaum kulit hitam. Kebanyakan dari orang-orang yang tinggal di lingkungan ini adalah orang-orang yang tidak begitu peduli dengan pendidikan yang layak dan prestasi yang tinggi. Bahkan mereka sendiri memandang rendah ras mereka jika dikaitkan dengan kompetensi di bidang pendidikan
Ketika orang-orang di sekitar Akeelah melihat potensi Akeelah dan kemampuannya yang luar biasa dalam kontes itu, mereka menjadi sangat bangga karena dari lingkungan mereka yang tidak layak, ternyata mereka mempunyai Akeelah yang sangat berbakat yang mengharumkan nama daerah setempat
Bukan hanya guru dan keluarganya yang membantunya mempelajari seluruh kosa kata, akan tetapi masyarakat di sekitar tempat tinggal Akeelah juga sangat membantu Akeelah dalam belajar. Di saat Dr. Larabee memutuskan untuk berhenti meengajar Akeelah, maka orang-orang di sekitarnya lah yang menjadi guru bagi Akeelah. Dukungan sosial itu ternyata signifikan dan Akeelahpun dapat mengoptimalkan keberbakatannya.

Karakteristik pribadi gifted yang muncul dalam film:
 Akeelah menunjukkan keberbakatannya dalam bidang yang spesifik yaitu dalam hal berbahasa. Yang paling menonjol adalah kemampuannya dalam mengingat kata dan mengeja. Hal itu terlihat ketika kemampuannya dalam mengingat dan mengeja kata jauh melebihi kemampuan anak seusianya.
Keberbakatan tersebut dipertegas saat ia masuk dalam lomba mengeja tingkat nasional. Di sana ia menjadi peserta termuda yaitu 11 tahun sedangkan rata-rata usia peserta lain adalah 14 tahun. Bahkan ia menjadi juara bersama dan dapat mengimbangi Dylan yang usianya 14 tahun.
Lalu karakteristik berikutnya adalah Akeelah memiliki perasaan yang peka terhadap lingkungannya. Ia sangat ingin mempunyai teman yang bisa menerimanya. Maka dari itu ia sebetulnya tidak ingin terlihat pintar di mata teman-temannya. Tapi untunglah selanjutnya ia bertemu teman yang punya karakteristik sama dengannya, sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan sosio-emosionalnya.




Tidak ada komentar: