Berbekal semangat dan niat yang mulia (hehehehe..), saya bersama keluarga menelusuri jalan berundak-undak untuk menuju ke Pura yang konon katanya membawa berkah tersendiri bagi pasangan suami istri ini. Meskipun niat awal adalah beribadah, tapi saya tidak melupakan hobi saya untuk berfoto ria (hehehe...). Maka saya jepretlah pemandangan yang ada di sekitar Pura tersebut. Foto yang saya ambil ini adalah jalan menuju ke Pura. Oya, sepanjang jalan sampai ke Pura banyak sekali kera yang lucu dan imut! Hmmmm...
Mau tahu kisah Jayaprana? Berikut cuplikan ceritanya. Alkisah, Jayaprana baru saja memulai kehidupan rumah tangganya dengan Ni Layonsari. Raja yang sedang berkuasa saat itu secara terang-terangan memperlihatkan kerinduan pada Ni Layonsari yang kecantikannya konon setingkat dengan kecantikan dewi-dewi di kahyangan, yaitu cantik dengan cara mulia. Jayaprana akhirnya dibunuh di tengah hutan Teluk Terima oleh Patih Sawuggaling atas perintah raja yang akal sehatnya sudah berubah menjadi kesadaran binatang di musim kawin. Menurut pikiran – libidonya, dengan mengenyahkan Jayaprana otomatis ia akan mendapatkan janda Ni Layonsari. Karena memang seperti itulah logika nafsu kekuasaan ketika itu. Raja tidak hanya berkuasa atas tanah dan hasil tanah, juga berkuasa atas nyawa dan tubuh rakyatnya. Tapi raja itu ternyata salah perhitungan. Ia tetap tidak pernah memiliki tubuh Ni Layonsari walau Jayaprana sudah dimatikannya. Karena ternyata Ni layonsari memilih dengan sadar untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, yaitu sebuah cara mati sepihak (apaksa pejaha) yang pada zaman dulu dihaluskan sebutannya dengan istilah masatya, sebagai salah satu interpretasi paling ekstrem dari konsep kesetiaan sepihak seorang isteri pada suaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar