Menurut
Shaw (2008) dan Griffin (1978) penegakan diagnosa slow learner harus memperhatikan beberapa aspek yaitu inteligensi, prestasi
akademis di berbagai mata pelajaran, kemampuannya dalam membaca, menulis, berhitung, dan motivasi
untuk bersekolah.
Mengetahui inteligensi subyek.
Hal
ini dilakukan dengan menggunakan Tes Intelegensi WISC dan CPM. Proses ini
penting untuk memastikan diagnosa permasalahan yang dialami subyek. Apakah ia
mengalami lambat belajar, retardasi mental, atau justru sebetulnya ia memiliki
intelegensi yang normal hanya saja mengalami hambatan dalam belajar. CPM
digunakan untuk mengetahui penggolongan kapasitas intelektual subyek. Sedangkan
WISC dipilih untuk bisa mengetahui letak permasalahan subyek dalam memproses
informasi, apakah ada perbedaan dalam bidang verbal atau performance, karena nantinya akan berkaitan dengan metode
pembelajaran yang diberikan oleh gurunya selama ini.
Mengetahui prestasi akademis di berbagai mata
pelajaran.
Hal
ini dilakukan dengan cara wawancara dan mengumpulkan serta menelaah data rapot,
nilai ujian, dan buku tugas subyek. Hal yang ingin diasesmen adalah bagaimana
cara guru mengajar, bagaimana kondisi kelas subyek, dan bagaimana perlakuan
kelas terhadap subyek. Proses ini penting dilakukan untuk mengetahui letak
permasalahan yang dialami subyek.
Mengetahui kemampuan dasar subyek dalam
membaca, menulis, dan berhitung
Hal
ini dilakukan dengan menggunakan tes informal membaca dan menulis yang dibuat
sendiri oleh penulis. Diambil dari potongan soal pada tes Binet “Jatuh Basah
Kuyub”. Selain itu untuk mengetahui kemampuan menulisnya, penulis juga menelaah
buku tugas dan kertas ujian subyek. Sedangkan tes informal berhitung dibuat
sendiri oleh penulis untuk mengetahui konsep hitung sederhana yaitu penambahan,
pengurangan, dan perkalian.
Mengetahui motivasi subyek dalam mengikuti
pelajaran dan bersekolah.
Hal
ini dilakukan dengan cara observasi terhadap proses belajar subyek baik di
sekolah maupun rumah. Selain itu dilakukan dengan wawancara terhadap guru dan
ibu subyek.
Mengetahui kemandirian dan interaksi sosial
subyek
Hal
ini dilakukan dengan cara observasi. Kemandirian dan interaksi sosial subyek
juga termasuk aspek yang penting untuk dilihat agar dapat memperkuat penegakan
diagnosa permasalahan subyek. Hal ini disebabkan aspek kemandirian dan interaksi
sosial juga bisa dijadikan acuan untuk membedakan apakah seseorang mengalami
retardasi mental, lambat belajar, atau normal. Selain itu untuk memperkaya
data, penulis juga melakukan wawancara.
Mengetahui kesehatan dan lingkungan di rumah
subyek
Hal ini dilakukan dengan observasi, kemudian wawancara
terhadap subyek, guru subyek, dan ibu subyek. Proses ini perlu dilakukan untuk
mengetahui riwayat perkembangan subyek, dan faktor apa yang memungkinkan menjadi
penyebab timbulnya masalah.
Daftar Pustaka
Griffin, D. (1978). Slow learners: A practical guide for teachers in secondary schools.
London: The Woburn Press.
Shaw, S. R. (2008). An
educational programming framework for a
subset of students with diverse learning needs: Borderline intellectual
functioning. Intervention in School and Clinic, 43, 291–299.
Hal
yang harus diperhatikan bagi anak slow learner dalam belajar membaca adalah
proses “lihat dan baca”. Anak harus memperhatikan apa yang ia lihat dan
bagaimana melafalkannya. Hal ini perlu dilakukan agar anak terbiasa mengatakan
apa yang ia baca (dalam Griffin, 1978).
Ada
beberapa metode belajar membaca yang bisa membantu anak slow learner untuk belajar membaca, namun tiap metode memang ada
kelebihan dan kelemahannya masing-masing yang nantinya disesuaikan dengan
karakteristik anak. Metode tersebut adalah sebagai berikut:
1.Metode
alfabet
Metode
ini mengajarkan kembali mengenal huruf dan pelafalannya. Setelah itu menyusun
menjadi kata dan kalimat. Prinsip “lihat dan baca” tampak pada saat anak
menyebutkan huruf dan kata yang akan ia baca. Keuntungan dari metode ini adalah
anak akan terbiasa dengan struktur penyusunan kata yang terdiri atas
huruf-huruf karena huruf yang akan diolah disajikan secara nyata. Hanya saja
kelemahan dari metode ini adalah harus disajikan dalam bentuk yang menarik agar
anak tidak mudah bosan. Maka dari itu metode ini biasanya dikombinasikan dengan
gambar yang menarik.
2.Metode
phonic
Metode
ini dilakukan dengan cara menirukan suara dari kata yang diucapkan. Kelebihan
dari metode ini adalah anak bisa mempelajari langsung kata-kata yang terdengar
asing bagi mereka. Kelemahannya adalah metode ini sangat mengandalkan kemampuan
auditori dari anak. Ada beberapa anak yang kesulitan untuk memahami percampuran
beberapa huruf yang dibaca menjadi satu kata.
3.Metode
menulis kata dalam kalimat yang belum lengkap
Metode
ini dilakukan dengan cara memberikan anak soal berupa kalimat yang belum
lengkap dan ia harus menyebutkan kata yang tepat untuk mengisi kalimat
tersebut. Setelah itu anak menuliskannya di kertas. Keuntungannya adalah anak
bisa belajar makna dari kata dalam kata. Hanya saja kelemahannya struktur kata
menjadi terabaikan. Kemungkinan untuk “menebak-nebak” sangat besar.
4.Metode
linguistik Metode ini merupakan metode mengenal kata dengan cara
memberikan soal dalam naskah kertas dan anak juga akan mendengarkan kalimat
yang diucapkan orang lain. Soal berupa kalimat yang belum selesai. Anak diminta
untuk melanjutkan kalimat tersebut. Keuntungan dari metode ini adalah anak bisa
mempelajari kalimat secara keseluruhan sebagai bahasa komunikasi. Kelemahannya
adalah metode ini membutuhkan kemampuan dasar yang sudah baik dalam membaca,
sehingga untuk anak yang kesulitan mengeja huruf akan kesulitan pula jika
menggunakan metode ini (dalam Griffin, 1978).
Daftar Pustaka
Griffin,
D. (1978). Slow learners: A practical
guide for teachers in secondary schools. London: The Woburn Press.
Reiss (Olson & DeFrain, 2003) mengungkapkan empat komponen utama yang mendasari sebuah hubungan cinta yang digambarkan dalam bentuk sebuah roda yaitu rapport, self-revelation, mutual dependency, dan intimacy need fulfillment.
a. Rapport adalah proses komunikasi yang dilakukan oleh dua orang untuk membangun kedekatan dan kepercayaan satu sama lain. Rapport yang baik akan mengarah pada self-revelation.
b. Self-revelation adalah keterbukaan terhadap segala informasi yang bersifat personal. Dengan kata lain jika dua orang pada awal pertemuan masih saling canggung dan dan merasa asing maka ketika keduanya mampu memecahkan kekakuan tersebut dengan menjalin komunikasi yang baik, lambat laun mereka akan dapat menjalin kedekatan dan kepercayaan, yang diikuti kemauan untuk saling membuka diri dan berbagi cerita yang bersifat personal.
c. Mutual dependency adalah suatu keadaan dimana pasangan sudah saling membuka diri dan hubungannya semakin erat, maka akan menumbuhkan keinginan dan kebutuhan yang lebih tinggi terhadap pasangannya.
d. Intimacy need fulfillment merupakan suatu keadaan dimana rasa ketergantungan satu sama lain antar pasangan dapat terpenuhi maka akan timbul rasa puas terhadap keberadaan pasangannya.
Reiss juga mengungkapkan bahwa adanya pengaruh dari lingkungan sekitar terhadap proses empat komponen di atas. Pengaruh lingkungan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu konsepsi peran dan latar belakang sosio-kultural. Latar belakang sosio-kultural akan mempengaruhi konsepsi peran yang akan dianut oleh pasangan terhadap hubungan yang dibangun dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap keempat komponen yang telah dijelaskan sebelumnya.