Kubler Ross
Kubler-Ross merumuskan lima tahap ketika seseorang dihadapkan pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
1. Tahap penyangkalan
Reaksi pertama individu yang kehilangan adalah terkejut, tidak percaya, merasa terpukul dan menyangkal pernyataan bahwa kehilangan itu benar-benar terjadi. Secara sadar maupun tidak sadar seseorang yang berada pada tahap ini menolak semua fakta, informasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang dialaminya. Individu merasa hidupnya menjadi tidak berarti lagi. Pada saat itu dia dalam keadaan terguncang dan pengingkaran, merasa ingin mati saja. Pada tahap ini seseorang tidak mampu berpikir apa yang seharusnya dia lakukan untuk keluar dari masalahnya. Dia tidak siap untuk menerima kondisinya. Oleh karenanya tahap pengingkaran merupakan suatu tahap yang sangat tidak nyaman dan situasi yang sangat menyakitkan. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini biasanya berupa keletihan, kelemahan, pucat, mual, diare, sesak napas, detak jantung cepat, menangis, gelisah. Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa tahun.
2. Tahap Marah
Kemarahan yang dialami oleh seseorang dapat diungkapkan dengan berbagai cara. Individu mungkin menyalahkan dirinya sendiri dan atau orang lain atas apa yang terjadi padanya, serta pada lingkungan tempat dia tinggal. Pada kondisi ini individu tidak memerlukan nasihat, baginya nasihat adalah sebuah bentuk pengadilan (judgement) yang sangat membuatnya menjadi lebih terganggu. Reaksi fisik yang sering terjadi pada tahap ini antara lain wajah merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur dan tangan mengepal.
3. Tawar menawar
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya, maka ia maju ke tahap tawar-menawar. Pada tahap ini seseorang berpikir seandainya dia dapat menghindari kehilangan itu. Reaksi yang sering muncul adalah dengan mengungkapkan perasaan bersalah atau ketakutan pada dosa yang pernah dilakukan, baik itu nyata ataupun hanya imajinasinya saja. Seringkali seseorang yang berada tahap ini berusaha tawar menawar dengan Tuhan agar merubah apa yang telah terjadi supaya tidak menimpanya. Sering juga dinyatakan dengan kata-kata “seandainya saya hati-hati”, “kenapa harus terjadi pada keluarga saya”. Sesungguhnya bargaining yang dilakukan seseorang tidak memberikan solusi apapun bagi permasalahan yang dia hadapi.
4. Depresi
Individu pada tahap ini mengalami disorganisasi dalam batas tertentu dan merasa bahwa mereka tidak mampu melakukan tugas yang di masa lalu dilakukan dengan sedikit kesulitan. Individu sering menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, takut, perasaan tidak menentu dan putus asa. Seseorang yang berada pada tahap ini setidaknya sudah mulai menerima apa yang terjadi padanya adalah kenyataan yang memang harus dia hadapi. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih dan libido menurun.
5. Penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Individu akan menyadari bahwa hidup mereka harus terus berlanjut dan mereka harus mencari makna baru dari keberadaan mereka. Pikiran yang selalu terpusat pada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau menghilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian dialihkan kepada obyek yang baru. Seseorang yang berada pada tahap ini mulai menyusun rencana yang akan dilakukan pasca kehilangan.
Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development, Perkembangan Masa Hidup (Edisi Terjemahan). Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar